Jumat, 19 April 2013

SOAL UJIAN TENGAH SEMESTER EKOLOGI HEWAN


SOAL
1.        Konsep waktu-suhu yang berlaku pada hewan  poikilotermik sangat berguna aplikasinya dalam pengendalian hama pertanian, khususnya dari golongan serangga. Jelaskan arti konsep waktu secara singkat, dan berikan contoh ulasannya terkait dengan kasus ulat bulu yang menyerbu tanaman mangga di Probolinggo Tahun 2010.

2.        Jelaskan pemanfaatan konsep kelimpahan, intensitas dan prevalensi, disperse, fekunditas, dan kelulushidupan dalam kaitannya dengan penetapan hewan langka!

3.        Jelaskan aplikasi konsep interaksi populasi, khususnya parasitisme dan parasitoidisme, dalam pengendalian biologis. Berikan contohnya!

4.        Nilai sikap dan karakter apa yang harus ditumbuhkan pada siswa ketika belajar konsep-konsep dalam ekologi hewan? Berikan contoh riilnya!

5.        Uraikan satu contoh pemanfaatan indikator hewan untuk monitoring kondisi lingkungan secara mendetail, mulai dari jenis, prinsip dan praktik pemanfaatannya!

6.        Apakah manfaat pengetahuan tentang relung bagi aktivitas konservasi? Berikan salah satu contoh hewan langka, lakukan kajian tentang relungnya. (dalam satu kelas, hewan yang dikaji tidak boleh sama)!







JAWABAN
1. Suhu adalah parameter yang menggambarkan derajat panas suatu benda. Semakin tinggi panas suatu benda, maka semakin tinggi pula suhunya. Begitu pula sebaliknnya, panas yang dipancarkan atau dirambatkan oleh suatu benda merupakan bentuk energi yang dibebaskan oleh benda melalui proses transformasi energi. Dengan demikian, secara tidak langsung suhu dapat dipakai sebagai indikator tentang besarnya energi yang dibebaskan oleh benda.
Dalam kaitannya dengan organisme, maka prinsip dasar yang mengakibatkan suhu dapat mengatur pertumbuhan dan penyebaran organisme adalah terletak pada pengaruh fisik suhu terhadap tubuh organisme. Suhu yang terlalu tinggi dapat mengakibatkan rusaknya enzim dan protein lain, dapat menguapkan cairan tubuh, dapat merusak vitamin, dapat merusak sel, jaringan dan organ, dapat merusak permeabilitas membran, dan merusak hormon. Sebaliknya, suhu yang terlalu rendah dapat membekukan protoplasma, dapat menghambat kerja enzim, menghambat kerja hormon, dan menghambat metabolisme.Suhu sangat berpengaruh terhadap ekosistem karena suhu merupakan syarat yang diperlukan organisme untuk hidup. Suhu memengaruhi reaksi biokimiawi yang terjadi di dalam makhluk hidup. Setiap jenis makhluk hidup memerlukan suhu optimum untuk kehidupannya sehingga ada jenis-jenis organisme yang hanya dapat hidup pada kisaran suhu tertentu. Pada hewan poikiloterm, suhu tubuhnya dapat berubah-ubah sesuai dengan suhu lingkungannya. Sedangkan hewan homeoterm suhu tubuhnya relatif tetap meskipun suhu lingkungan berubah-ubah.
Serangga termasuk hewan poikiloterm atau hewan berdarah dingin yang bergantung pada suhu lingkungannya. Untuk pertumbuhannya, serangga memerlukan kombinasi antara faktor waktu dan faktor suhu lingkungan. Serangga tidak dapat tumbuh dan berkembang bila suhu lingkungannya dibawah batas suhu minimum kendatipun diberikan waktu yang cukup lama. Untuk dapat tumbuh dan berkembang, serangga memerlukan suhu lingkungan di atas batas suhu minimumnya maka semakin singkat waktu yang diperlukan untuk tumbuh dan berkembang. Begitu pula sebaliknya.
Contoh kasus meningkatnya ulat bulu di Probolinggo telah dikaji melalui pengujian di laboratorium dan observasi di lapangan. Terdapat empat spesies ulat bulu yang menyerang tanaman mangga, yaitu Arctornis submarginata, Lymantria marginalis, Lymantria atemeles, dan Dasychira inclusa. Penyebab utama menurunnya keanekaragaman hayati pada agroekosistem tanaman mangga sehingga menimbulkan ledakan populasi adalah musim hujan yang panjang, debu vulkanik, penanaman mangga yang menuju satu jenis, program hutan produksi, dan penggunaan input agrokimia. Kekacauan populasi pascamigrasi Serangga dari pertanaman teh dan kemampuan adaptasinya yang tinggi pada tanaman mangga menyebabkan terjadinya peningkatan populasi ulat bulu pada tanaman mangga.

2. Konsep kelimpahan merupakan dimana dalam satu lingkungan terdapat beberapa populasi yang hidup bersama dan dapat diidentifikasi keberadaannya dalam suatu waktu dan ruang tertentu . Tinggi rendahnya jumlah individu populasi suatu spesies hewan menunjukkan besar kecilnya ukuran populasi atau tingkat kelimpahan populasi itu. Area suatu populasi tidak dapat ditentukan batansnya secara pasti, sehingga kelimpahan (ukuran) populasi pun tidak mungkin dapat ditentukan. Hal demikian terutama berlaku bagi populasi alami hewan-hewan bertubuh kecil, terlebih yang nocturnal atau tempat hidupnya sulit dijangkau. Maka, digunakan pengukuran tingkat kelimpahan populasi per satuan ruang dari yang ditempati yaitu kerapatannya (kepadatannya).
Kelimpahan populasi suatu spesies mengandung dua aspek yang berbeda, yaitu aspek intensitas dan aspek prevalensi. Intensitas menunjukkan aspek tinggi rendahnya kerapatan populasi dalam area yang dihuni spesies. Prevalensi menunjukkan jumlah dan ukuran area-area yang ditempati spesies dalam konteks daerah yang lebih luas (masalah sebaran). Suatu spesies hewan yang prevalensinya tinggi (=prevalen) dapat lebih sering dijumpai. Spesies yang prevalensinya rendah, yang daerah penyebarannya terbatas (terlokalisasi) hanya ditemui di tempat tertentu. Disperse merupakan suatu penyebaran populasi organisme dari tempat awal yang ditempati kemudian berpindah menuju tempat populasi baru untuk kelangsungan hidupnya. Fekunditas secara umum berarti kemampuan untuk bereproduksi, atau kinerja potensial (kapasitas fisik) suatu populasi. Dalam biologi, fekunditas adalah laju reproduksi aktual suatu organisme atau populasi yang diukur berdasarkan jumlah gamet, biji, ataupun propagula aseksual. Dalam bidang demografi, fekunditas adalah kapasitas reproduksi potensial suatu individu ataupun populasi.
Spesies yang terlokalisasi dan intensitasnya rendah dikategorikan sebagai spesies langka. Adakalanya spesies yang intensitasnya tinggi namun prevalensinya rendah pun dimasukkan dalam kategori tersebut. Faktor-faktor yang menjadi penyebab langkanya suatu spesies sangat banyak. Namun, faktor-faktor tersebut mengkin saja tidak sama antara spesies di suatu tempat tertentu dengan spesies di tempat lain.
Kelangkaan suatu spesies dapat diakibatkan oleh satu atau beberapa penyebab berikut:
Area yang dihuni spesies menjadi sempit atau jarang. Suatu habitat yang kondisi lingkungannya khas biasanya dihuni oleh spesies yang telah teradaptasi secara khusus untuk lingkungan tersebut. Berubahnya kondisi lingkungan dapat mengakibatkan kepunahan lokal dari spesies tersebut. Tempat-tempat yang dapat dihuni spesies hanya cocok huni dalam waktu yang singkat, atau tempat itu letaknya di luar jangkauan daya pemencaran (dispesal) spesies hewan.
Tempat-tempat yang secara potensial dapat dihuni, menjadi tidak dapat ditempati akibat kehadiran spesies lain yang merupakan pesaing, parasit atau predatornya.
Dalam area yang dapat dihuni, ketersedian sumber daya penting seperti makanan dan tempat untuk berbiak menjadi berkurang. Variasi genetic spesies relatif sempit sehingga kisaran tempat yang dapat dihuninya pun terbatas. Plastisitas fenotipik individu-individu rendah, sehingga kisaran tempat yang dapat diuninya pun terbatas. Kehadiran populasi-populasi spesies lain yang merupakan pesaing, predator dan parasit menekan tingkat kelimpahan populasi spesies hingga rendah sekali, jauh di bawah tingkat kelimpahan yang sebenarnya masih dimungkinkan oleh ketersedian sumber dayanya (http://nenkiuedubio.blogspot.com/2011/05/populasi-hewan.html).

3. Semua makhluk hidup selalu bergantung kepada makhluk hidup yang lain. Tiap individu akan selalu berhubungan dengan individu lain yang sejenis atau lain jenis, baik individu dalam satu populasinya atau individu-individu dari populasi lain.
Populasi adalah sebagai kumpulan individu organisme disuatu tempat yang memiliki sifat serupa, mempunyai asal usul yang sama, dan tidak ada yang menghalangi individu anggotanya untuk berhubungan satu sama lain dan mengembangkan keturunannya secara bebas karena individu itu merupakan kumpulan heteroseksual (Wirakusumah 2003). Semua makhluk hidup selalu bergantung kepada makhluk hidup yang lain. Tiap individu akan selalu berhubungan dengan individu lain yang sejenis atau lain jenis, baik individu dalam satu populasinya atau individu-individu dari populasi lain.
Parasitisme, yaitu hubungan antarorganisme yang berbeda spesies, bila salah satu organisme hidupnya tergantung pada organisme lain dan mengambil makanan dari hospes/ inangnya sehingga bersifat merugikan inangnya. Contoh Plasmodium dengan manusia, Taenia saginata dengan sapi, dan benalu dengan pohon inang. Istilah parasitoid sering digunakan untuk parasit pada serangga dikarenakan cukup berbeda dari parasit yang sebenarnya untuk memberikan kekhususan. Berikut adalah ciri khusus parasitoid :Selama perkembangan suatu individu parasitoid merusak individu inang, inang biasanya pada tingkat taksonomi class yang sama, parasitoid pada umumnya ukurannya hampir sama dengan inangnya, bersifat parasit pada saat larva saja; dewasanya hidup bebas, tidak memperlihatkan heterocism (hidup dalam satu spesies inang dan spesies lainnya), aksinya menyerupai predator yang lebih dari parasit sesungguhnya dalam dinamika populasi hama
Pengendalian hama dengan taktik atau teknologi berbasis biologi mencakup lima tipe, yaitu: pengendalian hayati, pestisida mikroba, senyawa-senyawa kimia yang memodifikasi perilaku hama, manipulasi genetika populasi hama, dan imunisasi tanaman. Pengendalian hayati adalah penggunaan musuh alami (pemangsa, parasitoid, dan patogen) untuk mengendalikan populasi hama. Pendekatan yang digunakan di dalam pengendalian hayati adalah: pengendalian hayati klasik, pengendalian hayati augmentasi, dan konservasi musuh alami.
Parasitoid dianggap lebih baik daripada pemangsa sebagai agen pengendali hayati. Analisis terhadap introduksi musuh alami ke Amerika serikat menunjukkan bahwa keberhasilan penggunaan parasitoid dalam pengendalian hayati mencapai dua kali lebih besar daripada pemangsa. Sebagian besar parasitoid ditemukan di dalam dua kelompok utama bangsa serangga, yaitu Hymenoptera (lebah, tawon, semut, dan lalat gergaji) dan bangsa Diptera (lalat beserta kerabatnya). Meskipun tidak banyak, parasitoid juga ditemukan pada bangsa Coleoptera, Lepidoptera, dan Neuroptera. Sebagian besar serangga parasitoid yang bermanfaat adalah dari jenis-jenis tawon atau lalat. ( http://staff.blog.ui.ac.id/devita/books/ )
Catatan sejarah pengendalian hayati diawali di Cina sebelum tahun 900. Para petani Cina telah memanfaatkan semut Oecophylla smaradigna untuk mengendalikan hama ulat dan kumbang yang menyerang tanaman jeruk. Selain itu, keberhasilan kumbang Rodolia cardinalis mengendalikan Icerya purchasi dan ngengat Cactoblastis cactorum mengendalikan kaktus Opuntia telah menjadi legenda di dalam pengendalian hayati klasik hama serangga dan gulma.

4. Ekologi adalah ilmu yang mempelajari interaksi antara organisme dengan lingkungannya dan yang lainnya. Ekologi diartikan sebagai ilmu yang mempelajari baik interaksi antar makhluk hidup maupun interaksi antara makhluk hidup dan lingkungannya. Dalam ekologi, makhluk hidup dipelajari sebagai kesatuan atau sistem dengan lingkungannya.
Ekologi diartikan sebagai totalitas atau pola hubungan antara makhluk dengan lingkungannya. Secara umum Ekologi sebagai salah satu cabang ilmu biologi yang mempelajari interaksi atau hubungan pengaruh mempengaruhi dan saling ketergantungan antara organisme dengan lingkungannya baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap kehidupan makhluk hidup itu. Lingkungan tersebut artinya segala sesuatu yang ada di sekitar makhluk hidup yaitu lingkungan biotik maupun abiotik.
Hal-hal yang dihadapi dalam ekologi sebagai suatu ilmu adalah organisme, kehadirannya dan tingkat kelimpahannya di suatu tempat serta faktor-faktor dan proses-proses penyebabnya. Dengan demikian, definisi-definisi tersebut jika dihubungkan dengan ekologi hewan dapat disimpulkan bahwa Ekologi Hewan adalah suatu cabang biologi yang khusus mempelajari interaksi-interaksi antara hewan dengan lingkungan biotic dan abiotik secara langsung maupun tidak langsung meliputi sebaran (distribusi) maupun tingkat kelimpahan hewan tersebut
sasaran utama ekologi hewan adalah pemahaman mengenai aspek-aspek dasar yang melandasi kinerja hewan-hewan sebagai individu, populasi, komunitas dan ekosistem yang ditempatinya, meliputi pengenalan pola proses interaksi serta faktor-faktor penting yang menyebabkan keberhasilan maupun ketidakberhasilan organisme-organisme dan ekosistem-ekosistem itu dalam mempertahankan keberadaannya. Berbagai faktor dan proses ini merupakan informasi yang dapat dijadikan dasar dalam menyusun permodelan, peramalan dan penerapannya bagi kepentingan manusia, seperti; habitat, distribusi dan kelimpahannya, makanannya, perilaku (behavior) dan lain-lain.
Setelah mempelajari dan memahami hal-hal tersebut, maka pengetahuan ini dapat kita manfaatkan untuk misalnya, memprediksi kelimpahannya dan menganalisis keadaannya serta peranannya dalam ekosistem, menjaga kelestariannya serta kegiatan lainnya yang menyangkut keberadaan hewan tersebut. Sebagai contoh, kita mempelajari salah satu jenis hewan mulai dari habitatnya di alam, distribusi dan kelimpahannya, makanannya, prilakunya, dan lain-lain. Setelah semua dipahami dengan pengamatan dan penelitian yang cermat dan teliti, maka pengetahuan itu dapat kita manfaatkan misalnya dalam menjaga kelestariannya di alam dengan menjaga keutuhan lingkungan, habitat alaminya,memprediksi kelimpahan populasinya kelak, menganalisis perannya dalam ekosistem, membudidayakannya serta kegiatan lainnya dengan mengoptimalkan kondisi lingkungannya menyerupai habitat aslinya (http://teksbiologi.blogspot.com/2013/02/definisi-dan-ruang-lingkup-ekologi-hewan.html).

5. Perilaku hewan dalam mempertahankan diri dari perubahan lingkungan yang ekstrim dapat berupa perilaku abnormal, misalnya bersikap histeris atau melarikan diri dari habitatnya. Adapun perilaku antara spesies satu berbeda dengan spesies lainnya, karena setiap spesies mempunyai tingkat ketahanan yang berbeda. Perilaku khas hewan ini lah yang bisa dijadikan sebagai bioindikator lingkungan. Bioindikator adalah suatu populasi tumbuhan, hewan, atau mikroorganisme (yaitu organisme yang sangat kecil) yang dapat memberikan perubahan karena pengaruh kondisi lingkungan. Beberapa kriteria umum untuk menggunakan suatu jenis organisme sebagai bioindikator (Pearson, 1994) antara lain: Secara taksonomi telah dikenal luas, dapat diidentifikasikan dengan jelas dan bersifat stabil, sejarah alamiahnya diketahui,  populasinya dapat disurvei, ditemukan, diamati, dan ditandai atau diberi perlakuan dengan mudah, taksa yang lebih tinggi terdistribusi secara luas pada berbagai tipe habitat, taksa yang lebih rendah spesialis dan sensitif terhadap perubahan habitat, pola keanekaragaman mengambarkan atau terkait dengan taksa lainnya yang berkerabat atau tidak, memiliki potensi ekonomi yang penting.
Hewan memiliki indera keenam dan dapat merasakan gejala suatu bencana. Sebelum terjadinya suatu bencana, hewan akan cenderung bertingkah laku abnormal. Perilaku hewan yang abnormal sering digunakan oleh ilmuan untuk memprediksi bencana alam. Selain untuk bencana alam, hewan juga bisa digunakan sebagai bioindikator pencemaran lingkungan. Lingkungan yang tercemar mengakibatkan gangguan pada makhluk hidup dan lingkungan sekitarnya.  Perubahan yang terjadi pada makhuk hidup dapat menunjukkan terjadinya pencemaran. Bioindikator dapat digunakan untuk mengidentifikasi lingkungan terhadap pencemaran udara, air, dan tanah.
Fauna makrobentik/bentos telah digunakan secara luas sebagai bioindikator pencemaran perairan, karena peran pentingnya dalam sistem rantai makanan. Selain itu hewan tersebut juga sensitif terhadap perubahan lingkungan dan karakteristik habitat. Komunitas fauna makrobentik sering digunakan dalam mendeteksi gangguan ekologi akibat kontaminasi logam berat di perairan. Biasanya respon ekologi yang ditimbulkan oleh komunitas makrobentik avertebrata yaitu menurunnya jumlah kekayaan jenis dan kelimpahan, serta bergesernya komposisi taksa dari yang sensitif menjadi taksa yang toleran.
Salah satu komunitas fauna makrobentik yang digunakan sebagai bioindikator pencemaran perairan yaitu larva Trichoptera. Larva Trichoptera merupakan salah satu penyusun komponen terbesar dari komunitas bentik makroavertebrata pada ekosistem akuatik lotik. Dalam hubungannya dengan faktor kimia di perairan, hewan tersebut dapat dijumpai dari perairan belum tercemar hingga perairan tercemar berat. Sebagai contoh Hydropsyche dan Cheumatopsyche relatif sensitif pada air yang sudah terpolusi sehingga keberadaannya menjadi berkurang. Keberadaan hewan tersebut akan meningkat kembali di bagian hilir ketika kualitas airnya mengalami peningkatan (http://lovingabadboy.blogspot.com/)

6. Dimensi relung adalah toleransi terhadap kondisi-kondisi yang bervariasi (kelembapan, pH, temperatur, kecepatan angin, aliran air, dan sebagainya) dan kebutuhannya akan sumber daya alam yang bervariasi. Di alam, dimensi relung suatu spesies bersifat multidimensi. Relung dua dimensi contohnya adalah hubungan temperatur dan salinitas sebagai bagian dari relung kerang di pasir. Untuk relung tiga dimensi, contohnya adalah hubungan temperatur, pH, dan ketersediaan makanan sebagai bagian dari relung suatu organism. Relung (niche) dalam ekologi merujuk pada posisi unik yang ditempati oleh suatu spesies tertentu berdasarkan rentang fisik yang ditempati dan peranan yang dilakukan di dalam komunitasnya. Konsep ini menjelaskan suatu cara yang tepat dari suatu organisme untuk menyelaraskan diri dengan lingkungannya. Habitat adalah pemaparan tempat suatu organisme dapat ditemukan, sedangkan relung adalah pertelaan lengkap bagaimana suatu organisme berhubungan dengan lingkungan fisik dan biologisnya. Ekologi dari suatu individu mencakup variabel biotik (makhluk hidup seperti tumbuhan, hewan, manusia, baik yg mikro maupun yg makro) dan abiotik (benda tidak hidup). Relung menentukan bagaimana spesies memberi tanggapan terhadap ketersediaan sumberdaya hidup dan keberadaan pesaing dan pemangsa dalam suatu ekosistem.
Manfaat pengetahuan tentang relung bagi aktivitas konservasi sangat penting dimana Relung (niche) menunjukkan peranan fungsional dan posisi suatu organisme dalam ekosistem. Relung yaitu posisi atau status organisme dalam suatu komunitas atau ekosistem tertentu. Relung suatu organisme ditentukan oleh tempat hidupnya (habitat) dan oleh berbagai fungsi yang dikerjakannya, sehingga dikatakan sebagai profesi organisme dalam habitatnya. Profesi organisme menunjukkan fungsi organisme dalam habitatnya. Berbagai organisme dapat hidup bersama dalam satu habitat. Akan tetapi, jika dua atau lebih organisme mempunyai relung yang sama dalam satu habitat, maka akan terjadi persaingan. Makin besar kesamaan relung dari organisme-organisme yang hidup bersama dalam satu habitat, maka makin intensif persaingannya (http://ekologi-hutan.blogspot.com/2011/09/habitat-dan-relung.html).
Relung atau niche merupakan tempat makhluk hidup berfungsi di habitatnya, bagaimana cara hidup, atau peran ekologi makhluk hidup tersebut. Jadi pada dasarnya makhluk hidup secara alamiah akan memilih habitat dan relung ekologinya sesuai dengan kebutuhannya, dalam arti bertempat tinggal, tumbuh berkembang dan melaksanakan fungsi ekologi pada habitat yang sesuai dengan kondisi lingkungan (misalnya iklim), nutrien, dan interaksi antara makhluk hidup yang ada.
Dalam ekologi, seluruh peranan dan fungsi makhluk hidup dalam komunitasnya dinamakan relung atau niche ekologi. Jadi relung ekologi merupakan semua faktor atau unsur yang terdapat dalam habitatnya yang mencakup jenis-jenis organisme yang berperan, lingkungan, dan tempat tinggal yang sesuai dan spesialisasi populasi organisme yang terdapat dalam komunitas. Relung ekologi bukan konsep yang sederhana, melainkan konsep yang kompleks yang berkaitan dengan konsep populasi dan komunitas. Relung ekologi merupakan peranan total dari semua makhluk hidup dalam komunitasnya (http://biologi-hardiansyah.blogspot.com/p/niche-relung-ekologi-strategi-tumbuhan.html).
Burung Cendrawasih merupakan sekumpulan spesies burung yang dikelompokkan dalam famili Paradisaeidae. Burung yang hanya terdapat di Indonesia bagian timur, Papua Nugini, dan Australia timur ini terdiri atas 14 genus dan dan sekitar 43 spesies. 30-an spesies diantaranya bisa ditemukan di Indonesia.
Burung-burung Cendrawasih mempunyai ciri khas bulunya yang indah yang dimiliki oleh burung jantan. Umumnya bulunya berwarna cerah dengan kombinasi beberapa warna seperti hitam, cokelat, kemerahan, oranye, kuning, putih, biru, hijau dan ungu.
Ukuran burung Cenderawasih beraneka ragam. Mulai dari yang berukuran 15 cm dengan berat 50 gram seperti pada jenis Cendrawasih Raja (Cicinnurus regius), hingga yang berukuran sebesar 110 cm Cendrawasih Paruh Sabit Hitam (Epimachus albertisi) atau yang beratnya mencapai 430 gram seperti pada Cendrawasih Manukod Jambul-bergulung (Manucodia comrii).
Keindahan bulu Cendrawasih jantan digunakan untuk menarik perhatian lawan jenis. Untuk ‘merayu’ betina agar bersedia diajak kawin, burung jantan akan memamerkan bulunya dengan melakukan tarian-tarian indah. Sambil bernyanyi di atas dahan, pejantan bergoyang dengan berbagai gerakan ke berbagai arah. Bahkan terkadang hingga bergantung terbalik bertumpu pada dahan. Namun, tiap spesies Cendrawasih tentunya punya tipe tarian tersendiri.
Burung Cendrawasih mempunyai habitat hutan lebat yang umumnya di daerah dataran rendah. Burung dari surga ini dapat dijumpai di beberapa pulau di Indonesia bagian timur seperti Maluku dan Papua. Selain itu juga dapat ditemukan di Papua Nugini dan Australian Timur (http://alamendah.org/2011/02/14/burung-cendrawasih-burung-surga-bird-of-paradise/)





Tidak ada komentar:

Posting Komentar